Nusaibah si Jago
Pedang
Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam yang mulia berdiri di puncak bukit Uhud dan memandang musuh yang
merangsek maju mengarah pada dirinya. Beliau memandang ke sebelah kanan dan
tampak olehnya seorang perempuan mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah perkasa
melindungi dirinya. Beliau memandang ke kiri dan sekali lagi beliau melihat
wanita tersebut melakukan hal yang sama – menghadang bahaya demi melindungi
sang pemimpin orang-orang beriman.
Memang Nusaibah binti Ka’ab
Ansyariyah demikian cinta dan setianya kepada Rasulullah sehingga begitu
melihat junjungannya itu terancam bahaya, dia maju mengibas-ngibaskan pedangnya
dengan perkasa sehingga dikenal dengan sebutan Ummu Umarah, adalah pahlawan
wanita Islam yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam termasuk ikut dalam
perang Yamamah di bawah pimpinan Panglima Khalid bin Walid sampai terpotong
tangannya. Ummu Umarah juga bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam
dalam menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia untuk sanggup mati
syahid di jalan Allah.
Nusaibah adalah satu dari dua
perempuan yang bergabung dengan 70 orang lelaki Ansar yang berbaiat kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam. Dalam baiat Aqabah yang kedua itu ia
ditemani suaminya Zaid bin Ahsim dan dua orang puteranya: Hubaib dan Abdullah.
Wanita yang seorang lagi adalah saudara Nusaibah sendiri. Pada saat baiat itu
Rasulullah menasihati mereka, “Jangan mengalirkan darah denga sia-sia.”
Dalam perang Uhud, Nusaibah membawa
tempat air dan mengikuti suami serta kedua orang anaknya ke medan perang. Pada
saat itu Nusaibah menyaksikan betapa pasukan Muslimin mulai kocar-kacir dan
musuh merangsek maju sementara Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam berdiri
tanpa perisai. Seorang Muslim berlari mundur sambil membawa perisainya, maka
Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam berseru kepadanya, “berikan perisaimu
kepada yang berperang.” Lelaki itu melemparkan perisainya yang lalu dipungut
oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi.
Ummu Umarah sendiri menuturkan
pengalamannya pada Perang Uhud, sebagaimana berikut: “…saya pergi ke Uhud dan
melihat apa yang dilakukan orang. Pada waktu itu saya membawa tempat air.
Kemudian saya sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam yang berada
di tengah-tengah para sahabat. Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan, saya
melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam, kemudian ikut serta di dalam
medan pertempuran. Saya berusaha melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam dengan pedang, saya juga menggunakan panah sehingga akhirnya saya
terluka.”
Ketika ditanya tentang 12 luka
ditubuhnya, Nusaibah menjawab, “Ibnu Qumaiah datang ingin menyerang Rasulullah
ketika para sahabat sedang meninggalkan baginda. Lalu (Ibnu Qumaiah) berkata,
‘mana Muhammad? Aku tidak akan selamat selagi dia masih hidup.’ Lalu Mushab bin
Umair dengan beberapa orang sahabat termasuk saya menghadapinya. Kemudian Ibny
Qumaiah memukulku.”
Rasulullah juga melihat luka di
belakang telinga Nusaibah, lalu berseru kepada anaknya, “Ibumu, ibumu…balutlah
lukanya! Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di surge!” Mendengar itu,
Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli lagi apa yang menimpaku di
dunia ini.”
Subhanallah, sungguh setianya beliau
kepada baginda Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam.
Khaulah binti Azur (Ksatria Berkuda Hitam)
Siapa Ksatria Berkuda Hitam ini?
Itulah Khaulah binti Azur. Dia seorang muslimah yang kuat jiwa dan raga. Sosok
tubuhnya tinggi langsing dan tegap. Sejak kecil Khaulah suka dan pandai bermain
pedang dan tombak, dan terus berlatih sampai tiba waktunya menggunakan
keterampilannya itu untuk membela Islam bersama para mujahidah lainnya.
Diriwayatkan betapa dalam salah satu
peperangan melawan pasukan kafir Romawi di bawah kepemimpinan Panglima Khalid
bin Walid, tiba-tiba saja muncul seorang penunggang kuda berbalut pakaian serba
hitam yang dengan tangkas memacu kudanya ke tengah-tengah medan pertempuran.
Seperti singa lapar yang siap menerkam, sosok berkuda itu mengibas-ngibaskan
pedangnya dan dalam waktu singkat menumbangkan tiga orang musuh.
Panglima Khalid bin Walid serta
seluruh pasukannya tercengang melihat ketangkasan sosok berbaju hitam itu.
Mereka bertanya-tanya siapakah pejuang tersebut yang tertutup rapat seluruh
tubuhnya dan hanya terlihat kedua matanya saja itu. Semangat jihad pasukan
Muslimin pun terbakar kembali begitu mengetahui bahwa the Black Rider, di
penunggang kuda berbaju hitam itu adalah seorang wanita!
Keberanian Khaulah teruji ketika dia
dan beberapa mujahidah tertawan musuh dalam peperangan Sahura. Mereka dikurung
dan dikawal ketat selama beberapa hari. Walaupun agak mustahil untuk melepaskan
diri, namun Khaulah tidak mau menyerah dan terus menyemangati
sahabat-sahabatnya. Katanya, “Kalian yang berjuang di jalan Allah, apakah
kalian mau menjadi tukang pijit orang-orang Romawi? Mau menjadi budak
orang-orang kafir? Dimana harga diri kalian sebagai pejuang yang ingin
mendapatkan surga Allah? Dimana kehormatan kalian sebagai Muslimah? Lebih baik
kita mati daripada menjadi budak orang-orang Romawi!”
Demikianlah Khaulah terus membakar
semangat para Muslimah sampai mereka pun bulat tekad melawan tentara musuh yang
mengawal mereka. Rela mereka mati syahid jika gagal melarikan diri. “Janganlah
saudari sekali-kali gentar dan takut. Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang
mereka, perbanyak takbir serta kuatkan hati. Insya Allah pertolongan Allah
sudah dekat.
Dikisahkan bahwa akhirnya, karena
keyakinan mereka, Khaulah dan kawan-kawannya berhasil melarikan diri dari
kurungan musuh! Subhanallah…
Nailah si Cantik yang Pemberani
Nailah binti al-Farafishah adalah
istri Khalifah Ustman bin Affan. Dia terkenal cantik dan pandai. Bahkan
suaminya sendiri memujinya begini: “Saya tidak menemui seorang wanita yang
lebih sempurna akalnya dari dirinya. Saya tidak segan apabila ia mengalahkan
akalku.” Subhanallah!
Mereka menikah di Madinah
al-Munawwarah dan sejak itu Ustman kagum pada tutur kata dan keahlian Nailah di
bidang sastra. Karena cintanya, Ustman paling senang memberikan hadiah untuk
istrinya itu. Mereka punya satu orang anak perempuan, Maryan binti Ustman.
Ketika terjadi fitnah yang memecah
belah umat Islam pada tahun 35 Hijriyah, Nailah ikut mengangkat pedang untuk
membela suaminya. Seorang musuh menerobos masuk dan menyerang dengan pedang
pada saat Ustman sedang memegang mushaf atau Al Qur’an. Tetesan darahnya jatuh
pada ayat 137 surah Al Baqarah yang berbunyi, “Maka Allah akan memelihara
engkau dari mereka.”
Seseorang pemberontak lain masuk
dengan pedang terhunus. Nailah berhasil merebut pedang itu namun si musuh
kembali merampas senjata itu, dan menyebabkan jari-jari Nailah terputus Ustman
syahid karena sabetan pedang pemberontak. Air mata Nailah tumpah ruah saat
memangku jenazah sang suami. Ketika kemudian ada musuh yang dengan penuh
kebencian menampari wajah Ustman yang sudah wafat itu, Nailah lalu berdoa,
“Semoga Allah menjadikan tanganmu kering, membutakan matamu dan tidak ada
ampunan atas dosa-dosamu!”
Dikisahkan dalam sejarah bahwa si
penampar itu keluar dari rumah Ustman dalam keadaan tangannya menjadi kering
dan matanya buta!
Sesudah Ustman wafat, Nailah
berkabung selama 4 bulan 10 hari. Ia tak berdandan dan berhias dan tidak
meninggalkan rumah Ustman ke rumah ayahnya.
Nailah memandang kesetiaan terhadap
suaminya sepeninggalnya lebih berpengaruh dan lebih besar dari apa yang
dilihatnya terhadap ayahnya, saudara perempuannya, ibunya dan juga kerabatnya.
Ia selalu mendahulukan keutamaannya, mengingat kebaikannya di setiap tempat dan
kesempatan. Ketika Ustman terbunuh, ia mengatakan, “Sungguh kalian telah
membunuhnya padahal ia telah menghidupkan malam dengan Al Qur’an dalam
rangkaian rakaat.”
Subhanallah yah, ternyata umat muslim
juga memiliki jagoan wanita yang memang nyata adanya, semoga kita, para
muslimah dapat mengambil teladan dari mereka, aamiin.
Sumber: Al-Ekhlaas Islamic Page dan https://www.arrahmah.com
Posting Komentar