Pernah bersya'ir Asy Syafi'i,
'Nasihati aku kala sunyi dan sendiri;
jangan di kala ramai dan banyak saksi.
Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat
hatiku pedih dan koyak,
maka maafkan jika aku berontak'
Adalah Imam Ahmad, agung dalam mengamalkannya. Inilah yang
dikisahkan Harun ibn Abdillah Al Baghdadi :
Di satu larut malam pintuku diketuk orang. Aku bertanya,
"Siapa ?" Suara di luar lirih menjawab, "Ahmad !"
Kuselidik, "Ahmad yang mana ?" Nyaris berbisik kudengar, "Ibnu
Hanbal" Subhanallah, itu Guruku !
Kubukakan pintu, dan beliau pun masuk dengan langkah
berjingkat, kusilakan duduk, maka beliau menempah hati-hati agar kursi tak
berderit.
Kutanya, "Ada urusan sangat pentingkah sehingga engkau
duhai Guru, berkenan mengunjungiku di malam selarut ini ?" Beliau
tersenyum.
"Maafkan aku duhai Harun" ujar beliau lembut dan
pelan, "Aku terkenang bahwa kau biasa masih terjaga meneliti hadits di
waktu semacam ini. Kuberanikan untuk datang karena ada yang mengganjal di
hatiku sejak siang tadi" Aku terperangah, "Apakah hal itu tentang
diriku ?" Beliau mengangguk.
"Jangan ragu" ujarku. "Sampaikanlah wahai
Guru, ini aku mendengarkanmu"
"Maaf ya Harun" ujar beliau, "Tadi siang
kulihat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Kau bacakan hadits untuk mereka
catat. Kala itu mereka tersengat terik mentari, sedangkan dirimu teduh
ternaungi bayangan pepohonan. Lain kali jangan begitu duhai Harun, duduklah
dalam keadaan yang sama, sebagaimana muridmu duduk"
Aku tercekat, tak sanggup menjawab. Lalu beliau berbisik
lagi, pamit undur diri. Kemudian melangkah berjingkat, menutup pintu hati-hati.
Masya Allah, inilah Guruku yang mulia, Ahmad ibn Hanbal. Akhlak indahnya sangat
terjaga dalam memberi nasihat dan meluruskan khilafku. Beliau bisa saja
menegurku di depan para murid, toh Beliau Guruku yang berhak untuk itu. Tetapi
tak dilakukannya demi menjaga wibawaku. Beliau bisa saja datang sore, bakda
Maghrib atau Isya' yang mudah baginya. Itu pun tak dilakukannya, demi menjaga
rahasia nasihatnya.
Beliau sangat hafal kebiasaanku terjaga di larut malam.
Beliau datang mengendap dan berjingkat; bicaranya lembut dan nyaris berbisik.
Semua beliau lakukan agar keluargaku tak tahu; agar aku yang adalah ayah dan
suami tetap terjaga sebagai imam dan teladan di hati mereka. Maka
termuliakanlah Guruku sang pemberi nasihat, yang adab tingginya dalam
menasehati menjadikan hatiku menerima dengan ridha dan cinta.
Sumber : Buku 'Menyimak Kicau Merajut Makna' (Salim A.
Fillah)
Posting Komentar