Pihak sekolah SMA Putri di kota Shan'a' yang merupakan ibu kota Yaman menetapkan kebijakan adanya pemeriksaan mendadak bagi seluruh siswi di dalam kelas. Sebagaimana yang ditegaskan oleh salah seorang pegawai sekolah bahwa tentunya pemeriksaan itu bertujuan merazia barang-barang yang dilarang di bawa ke dalam sekolah, seperti: telepon genggam yang di lengkapi dengan kamera, foto-foto, surat-surat, alat-alat kecantikan dan lain sebagainya. Yang mana seharusnya memang sebuah lembaga pendidikan sebagai pusat ilmu bukan untuk hal-hal yang tidak baik.
Lantas pihak sekolah pun melakukan sweeping di seluruh kelas dengan penuh semangat. Mereka keluar kelas, masuk kelas lain. Sementara tas para siswi terbuka di hadapan mereka. Tas-tas tersebut tidak berisi apapun melainkan beberapa buku, pulpen, dan peralatan sekolah lainnya. Semua kelas sudah dirazia hingga tersisa satu kelas terakhir, kelas dimana terdapat seorang siswi yang memulai menceritakan kisah ini.
Seperti biasa, dengan penuh percaya diri, tim pemeriksa masuk ke dalam kelas. Mereka lantas meminta izin untuk memeriksa tas sekolah para siswi di sana. Pemeriksaan pun di mulai..
Di salah satu sudut kelas ada seorang siswi yang dikenal sangat tertutup dan pemalu. Ia juga di kenal sebagai seorang siswi yang berakhlak sopan dan santun. Ia tidak suka berbaur dengan siswi-siswi lainny. Ia suka menyendiri, padahal ia sangat pintar dan menonjol dalam belajar.
Ia memandang tim pemeriksa dengan pandangan penuh ketakutan, sementara tangannya berada di dalam tas miliknya. Semakin dekat gilirannya untuk diperiksa, semakin tampak raut takut wajahnya. Apakah sebenarnya yang disembunyikan siswi tersebut dalam tasnya?
Tidak lama kemudian tibalah gilirannya untuk di periksa. Dia memegangi tasnya dengan kuat, seolah mengatakan demi Allah kalian tidak boleh membukanya! Kini giliran diperiksa. Dan dari sinilah dimulai kisahnya...
"Buka tasmu, wahai putriku.."
Siswi tersebut memandangi pemeriksa dengan pandangan sedih, iapun kini telah meletakkan tasnya dalam pelukan.
"Berikan tasmu.."
Ia menoleh dan menjerit, "Tidak...! Tidak...! Tidak...!!"
Perdebatan pun terjadi sangat tajam.
"Berikan tasmu.."
"Tidak...!"
"Berikan.."
"Tidak...!"
Keributan pun terjadi dan tangan mereka saling berebut. Sementara tas tersebut masih dipegang erat dan para guru belum berhasil merampas tas dari tangan siswi tersebut karena ia memeluknya dengan penuh kegilaan!
Spontan saja siswi itu menangis sejadi-jadinya. Siswi-siswi lain terkejut. Mereka melotot. Para guru yang mengenalnya sebagai seorang siswi yang pintar dan disiplin (bukan siswi yang amburadul), terkejut menyaksikan kejadian tersebut. Tempat itupun berubah menjadi hening. Ya Allah, apa sebenarnya yang terjadi dan apa gerangan yang ada di dalam tas siswi tersebut.
Setelah berdiskusi ringan, tim pemeriksa sepakat untuk membawa siswi tersebut ke kantor sekolah, dengan syarat jangan sampai perhatian mereka berpaling dari siswi tersebut supaya ia tidak dapat melemparkan sesuatu dari dalam tasnya sehingga bisa terbebas begitu saja. Merekapun membawa siswi tersebut dengan penjagaan yang ketat dari tim dan para guru serta sebagian siswi lainnya.
Siswi tersebut kini masuk ke ruangan kantor Kepala Sekolah, sementara air matanya mengalir seperti hujan. Siswi tersebut memperhatikan orang-orang di sekitarnya dengan penuh kebencian.
Karena perilakunya selama satu tahun ini baik dan tidak pernah melakukan kesalahan dan pelanggaran, maka Kepala Sekolah menenangkan hadirin dan memerintahkan para siswi lainnya agar membubarkan diri. Dan dengan penuh santun, kepala sekolah juga memohon agar para guru meninggalkan ruangannya sehingga yang tersisa hanya para tim pemeriksa saja.
Kepala Sekolah berusaha menenangkan siswi malang tersebut. Lantas bertanya padanya, "Apa yang engkau sembunyikan, wahai putriku..?"
Dalam sekejap siswi tersebut bersimpati kepada Kepala Sekolah dan bersedia membuka tasnya.
Ternyata.....
Di dalam tas tersebut tidak ada benda-benda terlarang atau haram, atau telepon genggam atau foto-foto. Demi Allah, itu semua tidak ada! Tidak ada dalam tas itu melainkan sisa-sisa roti. Yah, itulah yang ada dalam tas tersebut!
Setelah merasa tenang, siswi itu mulai bercerita:
"Sisa-sisa roti ini adalah sisa-sisa dari para siswi yang mereka buang di tanah, lalu aku kumpulkan untuk kemudian aku sarapan dengan sebagiannya dan membawa sisanya kepada keluargaku. Ibu dan saudari-saudariku di rumah tidak memiliki sesuatu untuk mereka santap di siang dan malam hari bila aku tidak membawakan untuk mereka sisa-sisa roti ini.
Kami adalah keluarga fakir yang tidak memiliki apa-apa. Kami tidak punya kerabat dan tidak ada yang peduli pada kami.
Inilah yang membuat aku menolak untuk membuka tas, agar aku tidak dipermalukan di hadapan teman-temanku di kelas, yang mana mereka akan terus mencelaku di sekolah, sehingga kemungkinan hal tersebut menyebabkan aku tidak dapat lagi meneruskan pendidikanku karena rasa malu. Maka saya mohon maaf sekali kepada Anda semua atas perilaku saya yang tidak sopan..."
Saat itu juga semua yang hadir menangis sejadi-jadinya, bahkan tangisan mereka berlangsung lama di hadapan siswi yang mulia tersebut. Maka tirai pun ditutup karena ada kejadian yang menyedihkan tersebut, dan kita berharap untuk tidak menyaksikannya.
*****
Ini adalah satu dari tragedi yang kemungkinan ada di sekitar kita, sementara kita tidak mengetahuinya atau bahkan kita terkadang berpura-pura tidak mengenal mereka.
Sebaiknya seluruh sekolah dan pesantren mendata kondisi ekonomi para siswa atau santri-santrinya agar orang yang ingin membantu keluarga fakir miskin dapat mengenalinya dengan baik.
Posting Komentar