Berawal dari kisah seorang istri shalihah yang sangat taat kepada suaminya meskipun ibu kandungnya meninggal tapi ketaatannya terhadap suami lebih ia dahulukan atas ketaatan kepada orang tuanya. Kisah tersebut diabadikan dalam sebuah hadis Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth (7/332 no 7648), lafalnya sebagai berikut :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلاً خَرَجَ وَأَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ لاَ تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهَا وَكَانَ أَبُوْهَا فِي أَسْفَلِ الدَّارِ وَكَانَتْ فِي أَعْلاَهَا فَمَرَضَ أَبُوْهَا فَأَرْسَلَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ : أَطِيْعِي زَوْجَكِ فَمَاتَ أَبُوْهَا فَأَرْسَلَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَطِيْعِي زَوْجَكِ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ غَفَرَ لِأَبِيْهَا بِطَاعَتِهَا لِزَوْجِهَا

Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya ada seseorang yang bepergian dan memerintahkan istrinya untuk tidak keluar dari rumah. Ayah sang wanita tinggal di lantai dasar rumah, sedangkan sang wanita tinggal di lantai atas. Ayanya lalu sakit, maka sang wanita mengirim (utusan) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyebutkan kondisi ayahnya (*yaitu sang wanita ingin keluar dari rumahnya untuk menjenguk dan merawat ayahnya-pen) maka Nabi berkata, “Hendaknya engkau ta’at kepada suamimu”. Lalu ayahnyapun meninggal. Maka sang wanita mengirim (utusan) kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (*minta izin keluar rumah untuk melayat ayahnya-pen) maka Nabi berkata, “Taatlah engkau kepada suamimu”, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan kepadanya (mengabarkan) bahwasanya Allah telah mengampuni ayahnya karena ketaatan sang wanita kepada suaminya”

Pesan Dari Ibu Yang Shalihah Kepada Putrinya

Meskipun sanad hadis ini lemah, para ahli fuqaha berpendapat akan kebolehan bagi suami melarang istrinya menjenguk orang tuanya yang meninggal. Imam As-Syafii berkata :

وَلَهُ مَنْعُهَا مِنْ شُهُودِ جَنَازَةِ أُمِّهَا وَأَبِيهَا وَوَلَدِهَا ، وَمَا أُحِبُّ ذَلِكَ لَهُ

“Dan suaminya berhak untuk melarang istrinya menghadiri (melayat) janazah ibunya, ayahnya, dan anaknya, akan tetapi aku tidak menyukai hal ini.” (Al-Haawi juz 9 hlm 584)

Dikisahkan, suatu ketika si isteri sholihah tersebut berpesan kepada anak perempuannya. Ia berkata: “Puteriku… Jaga dan pelihara serta perhatikanlah “Sepuluh Perkara” yang menjadi kewajibanmu terhadap suamimu. Yakinlah jika ini engkau laksanakan, akan menjadi investasi atau simpanan ganjaran serta pahalamu.

Pertama dan kedua, bersikaplah qana’ah (merasa cukup) dan menerima dengan senang hati atas pemberian suami dalam keadaan apapun. Serta mendengarkan penuh adab ketika suami berbicara serta mentaatinya (diluar perkara ma’shiyat).

Ketiga dan keempat, menjaga tatapan suami senantiasa memandangmu penuh kemesraan dan kebahagian. Jangan berlaku dan bersikap yang berakibat pandangan suamimu menjadi pandangan kemarahan dan kemurkaan. Jaga dan perhatikanlah jangan sampai suamimu mencium aroma tidak sedap darimu. Beraromalah yang wangi ketika engkau akan menghadap suamimu.

Kelima dan keenam, perhatikan waktu makan dan waktu istirahat suamimu. Karena keadaan sangat lapar dan kurang tidur cenderung membuat suami lebih sensitif emosinya (mudah emosi).

Ketujuh dan kedelapan, menjaga dengan penuh amanah, Harta suami serta Memelihara hubungan baik dengan keluarga suami.

Kesembilan dan kesepuluh, jangan engkau membantah perintah dan keinginannya, dan jangan engkau sebarkan apa yang menjadi rahasianya. Maka sesungguhnya ketika engkau membantahnya atau berlaku sikap yang menyebabkan kecemburuan (perasaan tidak nyaman) dalam hatinya dan jika engkau menyebarkan apa yang menjadi rahasia suamimu, maka kemarahan suamimu akan membuat tidak tenang dan nyaman dalam hidup.

Jaga dan Jadilah engkau seorang penghibur kala suamimu terpuruk atau bersedih, dan jadilah engkau seorang yang bersedih kala suamimu dalam kegembiraan (bertindak sebagai pengendali).
Sumber: Syarah ‘Uqudul Lijain, Ihya ‘Ulumuddin


Kolom Komentar

أحدث أقدم