Seorang wanita berkebangsaan Perancis
Kisah dibawah ini diceritakan oleh Syaikh
Abdurrahman dari seorang dokter muslim laki-laki yang hidup di Perancis ketika
dokter laki-laki ini ditanya oleh teman kerjanya -seorang dokter wanita
berkebangsaan Perancis yang beragama Nashrani-. Dokter wanita ini bertanya
kepadanya tentang keadaan istrinya, seorang muslimah yang berhijab dengan baik
terutama bagaimana istrinya menghabiskan hari-harinya di dalam rumah serta
aktivitas apa saja yang dijalani setiap harinya.
Sang
dokter menjawab: “Ketika istriku bangun dipagi hari maka dia menyiapkan
berbagai keperluan yang dibutuhkan anak-anak di sekolah, kemudian tidur sampai
jam 9 atau 10 pagi. Setelah itu dia bangun untuk membersihkan dan mengatur
hal-hal lain yang dibutuhkan di dalam rumah. Setelah urusan bersih-bersih
selesai maka dia akan sibuk dengan urusan di dapur dan penyiapan makanan.”
Dengan penuh keheranan dokter perempuan tersebut
bertanya: “Siapa yang memenuhi kebutuhannya, padahal dia tidak bekerja?!”
Dengan singkat sang dokter mengatakan: “Saya.”
“Lalu siapakah yang membelikan berbagai
kebutuhannya?” Lanjut sang dokter wanita tersebut bertanya.
“Aku yang membelikan semua yang dia inginkan.”
Jawab dokter muslim tersebut.
Dengan penuh keheranan dan ketercengangan wanita
tersebut mengatakan: “Engkau yang membelikan segala sesuatu untuk istrimu?!”
Dia menjawab: “Ya.”
Perempuan tersebut bertanya lagi: “Sampai-sampai
urusan perhiasan emas?!”
“Ya.” jawab dokter muslim tersebut sekali lagi.
“Sungguh istrimu adalah seorang permaisuri.”
Komentar akhir perempuan tadi.
Dokter yang
menceritakan kisah ini bersumpah dengan nama Allah, bahwa pada akhirnya dokter
wanita tadi menawarkan diri kepadanya untuk bercerai dan berpisah dari
suaminya, dengan syarat dokter tadi mau menikahinya, sehingga dia bisa
meninggalkan pekerjaannya sebagai dokter perempuan, lalu tinggal dirumah
sebagaimana layaknya seorang wanita muslimah. Tidak hanya itu, dokter perempuan
tersebut rela menjadi istri kedua seorang laki-laki muslim dengan syarat dia diperbolehkan
tinggal saja di dalam rumah.
Seorang
wanita berkebangsaan Inggris
Seorang wanita berkebangsaan Inggris
Yang angan-angannya telah ditulis lebih dari
seratus tahun yang lewat. Seorang wanita yang berprofesi sebagai
penulis terkenal bernama Ety Rudh menulis dalam sebuah artikel yang
disebarluaskan pada tahun 1901: “Sungguh seandainya anak-anak perempuan kita
sibuk bekerja dalam rumah sebagai pembantu atau seperti pembantu, itu lebih
baik dan lebih ringan resikonya daripada meniti karier diberbagai instansi,
karena meniti karir diluar rumah itu menyebabkan seorang wanita ternodai
berbagai kotoran yang menghilangkan indahnya kehidupan untuk selama-lamanya.
Andaikan saja negeri kita ini
seperti negeri orang-orang Islam yang berhias dengan rasa malu, menjaga
kehormatan dan kesucian !?
Sungguh sebuah aib di negeri Inggris yang
menjadikan putri-putrinya sebagai teladan dalam keburukan karena seringnya
bercampur baur dengan laki-laki. Jika demikian mengapa kita tidak berusaha
untuk menjadikan putri-putri kita bekerja sesuai dengan fitrah dan tabiatnya
sebagai wanita yaitu dengan mengurusi rumah tangga dan membiarkan berbagai
jenis pekerjaan laki-laki untuk kaum laki-laki dalam rangka menjaga
kemuliaannya.”
Seorang wanita berkebangsaan Jerman
Dia berkata:
“Sesungguhnya aku ingin berada di rumah saja akan tetapi selama perkembangan
ekonomi Jerman akhir-akhir ini tidak bisa menyentuh semua lapisan masyarakat
maka permasalahan seperti ini yaitu back to home adalah sebuah kemustahilan.
Sungguh suatu hal yang sangat menyedihkan.” (dikutip dari majalah mingguan
berbahasa Jerman)”.
Seorang perempuan berkebangsaan
Italia
Dia berkata kepada dokter Mustafa as-Shiba’i rahimahullah: “Sungguh aku merasa iri dengan wanita muslimah dan aku berangan-angan seandainya aku dilahirkan di negeri kalian.”Inilah Islam, satu-satunya agama yang benar-benar memuliakan wanita. Karena orang-orang Barat mengetahui bahwa baiknya umat Islam adalah dengan berdiam dirinya kaum wanita mereka didalam rumah-rumah mereka. Oleh karena itu mereka membuat berbagai makar, sehingga wanita muslimah meninggalkan rumah, dan berbagai rencana lain untuk merusak wanita muslimah, sehingga mereka melepas jilbab dan tidak lagi memiliki hubungan dengan agama kecuali pada waktu shalat, inipun seandainya dia masih mau shalat. Berbagai makar ini dikemas dengan dalih kebebasan wanita, demokrasi, hak-hak asasi manusia dan hak-hak wanita.
Sesungguhnya tugas pokok seorang wanita dalam
ajaran Islam yang disadari betul oleh orang-orang Barat adalah pembentuk tokoh
dan pendidik generasi. Darinyalah anak-anak belajar tentang nilai-nilai luhur,
menjaga kehormatan, menjauhi akhlak-akhlak tercela, mencintai Islam, dan
mendahulukannya diatas nyawa dan darah.
Sangat disayangkan, setelah menyimak kisah-kisah
di atas, kita lihat sebagian wanita muslimah tidak menemukan kemerdekaan
kecuali dengan kacamata Barat dan mereka tidak mengetahui hak-hak mereka
kecuali dari sudut pandang dari orang-orang Barat.
Yang jelas mereka adalah
korban-korban pendidikan yang keliru yang tidak tersentuh nilai Islam
sedikitpun. Dalam kesempatan ini kami tegaskan bahwasanya Islam tidak akan
berdiri tegak kecuali dengan mengembalikan wanita ke dalam rumah untuk
melaksanakan kewajiban mereka yang paling penting yaitu membentuk generasi yang
akan mengantarkan umat Islam menjadi pemimpin kemanusiaan.
Sumber: Majalah Qiblati Edisi 7
Tahun I.
إرسال تعليق